selamat beramal..



SELAMAT BERAMAL


Kalau kita terjaga di tengah-tengah malam itu, ia sebenarnya satu anugerah dari Allah. Allah kirimkan malaikatNya mengejutkan kita supaya kita bangun beribadah kepada Allah. Sebagai tanda terima kasih kerana mengejutkan kita, paling malas pun, mintalah apa-apa (berdoa) walau sedikit (meskipun kita masih di tempat tidur) kepada Allah, kemudian tidurlah.



"Kalau kita sedar, kemudian kita terus sambung tidur tanpa ucapkan apa-apa (contoh beristighfar, bertahmid dan sebagainya), kemudian malam kedua dan malam ketiga pun begitu juga, kita bimbang (kalau) malaikat tidak akan datang lagi mengejutkan kita." (alangkah ruginya kita) sekadar perkongsian..renung2kan..dan selamat beramal

adakah kite perempuan yg SUCI..??



adakah kite perempuan yg SUCI..??


Perempuan yang suci adalah perempuan yang di jaga oleh ALLAH,tidak sedikit pun Allah membenarkan mana- mana lelaki menyentuh dirinya walaupun hatinya...

Tetapi andai kita bergelumang dengan cinta lelaki, di mana Allah untuk menjaga kita? Allah seperti melepaskan kita kepada seorang manusia yang lebih banyak mengecewakan kita



"Jika ALLAH datangkan kesedaran dalam diri supaya meninggalkan cinta seorang lelaki ,bermakna Allah mahu ambil kita kembali untuk dijagaNya..


Mengapa masih ragu- ragu? "

"Kekuatan usah di tunggu tapi harus dicari"

Hargailah di atas kesempatan yang Allah berikan... "Sebesar- besar dosa adalah dosa yang di lakukan ketika rasa berdosa melakukannya" - Imam Ghazali-


Sunday, October 27, 2013

Talhah Bin Ubaidillah







Nama sebenar beliau Uthman bin Amru. Berasal dari kaum QUraisy tetapi lain suku dengan Rasulullah s.a.w. Ibu beliau berasal dari Yaman.



Thalhah bin Ubaidillah berpergian dengan sebuah kafilah Quraisy berniaga ke Syam. Setibanya di Bushra, para pedagang Quraisy masuk ke pasar yang ramai hendak berjual beli. Lain halnya dengan Thalhah yang muda usia, pengetahuan dan pengalamannya mengenai perdagangan tidak seperti para pedagang yang tua-tua. Tetapi pemuda itu pintar dan cerdik, sehingga memungkinkannya untuk berlumba dengan mereka yang tua dan berpengalaman memperoleh keuntungan dalam berdagang.

Ketika mereka sedang berada dalam pasar yang ramai dengan para pengunjung dari segala tempat, Thalhah mengalami suatu peristiwa yang mengubah jalan hidupnya secara menyeluruh. Marilah kita dengarkan Thalhah mengisahkan riwayat hidupnya sendiri.

Kata Thalhah, “Ketika kami berada di pasar Bushra, tiba-tiba seorang pendeta berseru: “Perhatian! Perhatian bagi kaum pedagang! Adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?”

Kebetulan aku berdiri tidak jauh dari pendeta tersebut. Lalu kuhampiri dia seraya berkata, “Ya, aku penduduk Makkah!”

'Sudah munculkah di tengah-tengah kalian orang yang bernama Ahmad?” tanya pendeta kepadaku.

“Ahmad yang mana?” jawabku balik bertanya

“Ahmad Ibnu 'Abdullah bin 'Abdul Muththalib. Bulan ini dia pasti muncul. Dia adalah Nabi penutup. Dan dia akan keluar (hijrah dan mengungsi) dari negerimu Tanah Haram, pindah ke negeri berbatu-batu hitam, banyak pohon kurma, negeri yang subur makmur memancarkan air dan garam. Sebaiknya Anda segera menemuinya, hai pemuda!” kata pendeta itu menjelaskan. Berita yang kuterima dari pendeta itu tertanam ke dalam hatiku. Lalu kuambil unta, dan aku segera pulang kembali ke Makkah. Kafilah aku tinggalkan di belakang, sampai di Makkah, aku bertanya kepada keluargaku. “Adakah suatu peristiwa yang terjadi di Makkah sepeninggalku?”

“Ada! jawab mereka. “Muhammad bin 'Abdullah mengatakan dia Nabi. Putera Abu Quhafah (Abu Bakar Shiddiq) percaya dan mengikuti apa yang dikatakannya.”

Kata Thalhah, “Ya, aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan berpendirian lurus. Kami berteman baik dengan dia, dan menyukai majlisnya karena dia ahli sejarah Quraisy dan silsilah keturunan suku itu.” Aku pergi menemui Abu Bakar dan bertanya kepadanya, “Betulkah berita mengenai Muhammad bin 'Abdullah, bahwa dia diangkat Nabi, dan Anda menjadi pengikutnya?”

“Betul!” jawab Abu Bakar. Lalu diceritakannya kepadaku kisah Muhammad menjadi Nabi dan Rasul (sejak peristiwa di gua Hira', sampai turunnya ayat pertama). Kemudian diajaknya aku masuk agama baru itu. Sebaliknya aku ceritakan pula kepadanya peristiwa pertemuanku dengan pendeta Bushra, dan berita yang disampaikannya kepadaku.

Abu Bakar tercengang mendengar ceritaku. Lalu katanya, “Marilah kita pergi menemui Muhammad. Ceritakan kepadanya peristiwa yang engkau alami dengan pendeta Bushra itu, dan dengarlah pula apa yang dikatakan Muhammad tentang agama yang dibawanya, supaya engkau tahu dan memasukinya.”

“Aku pergi bersama Abu Bakar menemui Muhammad, Setelah bertemu dengannya, dia menjelaskan tentang Islam dan membacakan beberapa ayat Al-Quran kepadaku. Kemudian digembirakannya aku dengan kebaikan dunia dan akhirat.“ kata Thalhah melanjutkan ceritanya.

Dadaku terasa lapang untuk menerima Islam. Aku ceritakan pula kepadanya pertemuanku dengan pendeta di Bushra. Beliau sangat gembira mendengar ceritaku, sehingga kegembiraan itu terpancar jelas di wajahnya. Kemudian aku mengucapkan syahadat di hadapannya, tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah. Dengan syahadatku itu, maka aku tercatat sebagai orang ke-empat yang menyatakan Islam di hadapan Abu Bakar.

Peristiwa masuknya pemuda Quraisy ini ke dalam Islam, tak ubahnya bagaikan petir menyambar keluarganya. Mereka mengeluh, gelisah dan berkeluh kesah. Dan yang paling sedih ialah ibu Thalhah sendiri. Ibunya mengharapkan Thalhah menjadi pemimpin bagi kaumnya, karena si ibu telah melihat bakat yang terkandung dalam pribadi anaknya, tinggi dan mulia.

Orang-orang sepersukuan dengan Thalhah berusaha keras mengembalikannya ke dalam agama nenek moyang mereka, agama berhala. tetapi mereka tidak berhasil, karena pendirian Thalhah amat kokoh dan kuat, bagaikan gunung karang yang terhunjam dalam perut bumi, tak dapat digoyahkan sedikit jua. Setelah mereka putus asa membujuk Thalhah dengan cara lemah lembut, akhirnya mereka bertindak kasar dengan menyiksa dan menyakitinya.

Mas'ud bin Kharasy bercerita, “Pada suatu hari, ketika aku sa'i antara Shafa dan Marwa, aku melihat sekelompok orang menggiring seorang pemuda dengan tangan terbelenggu ke kuduknya. Orang banyak itu berlari-lari di belakang pemuda tersebut, sambil mendorongnya, memecut dan memukuli kepalanya. Bersama orang banyak itu terdapat seorang wanita lanjut usia, meneriaki si pemuda dengan caci makian.

Aku bertanya, “Mengapa pemuda itu?”

Jawab mereka, “Pemuda itu Thalhah bin Ubaidillah. Dia keluar dari kepercayaan nenek moyang, lalu mengikuti Muhammad anak Bani Hasyim.”

Tanyaku, “Siapa wanita tua itu?”

Jawab mereka, “Ash Sha'bah binti Al Hadhramy, ibu kandung pemuda itu!”

Kemudian, Naufal bin Khuwalid yang dijuluki sebagai “Asadul Quraisy” (Singa Quraisy), berdiri di hadapan Thalhah dan mengikatnya dengan tali. Kemudian diikatnya pula Abu Bakar Shiddiq. Sesudah itu, kedua-duanya disatukannya, lalu diserahkannya kepada para jagoan dan tukang pukul kota Makkah, untuk disiksa sesuka hati mereka. Maka sejak itu, Thalhah dan Abu Bakar digelari orang “Al Qarinain” (Sepasang sahabat yang terikat).

Hari demi hari berjalan terus. Satu peristiwa dan peristiwa yang lain sambung-menyambung. Thalhah bin Ubaidillah semakin hari semakin dewasa. Cobaan-cobaan yang dialaminya karena mempertaruhkan agama Allah dan Rasul-Nya tambah meningkat dan semakin besar pula. Tetapi bakti dan perjuangan Thalhah menegakkan agama Islam dan membela kaum muslimin semakin tumbuh dan tambah meluas. Sehingga kaum muslimin menggelarinya “Asy Syahidul Hayy” (Syahid yang hidup), dan Rasulullah menjulukinya dengan “Thalhah Al Khair” (Thalhah yang baik), atau “Thalhah Al Jaud” (Thalhah yang pemurah), dan “Thalhah Al Fayyadh” (Thalhah yang dermawan).

Setiap nama jolokan itu mempunyai latar belakang kisah sendiri-sendiri, yang masing-masing tidak kalah penting dari yang lain. Adapun nama jolokan “Asy Syahid Hayy” (Syahid yang hidup), diperolehnya dalam perang Uhud. Ketika barisan kaum muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari samping Rasulullah, perajurit muslim yang tinggal di dekat beliau hanya sebelas orang Anshar dan Thalhah bin Ubaidillah dari kaum Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke sebuah bukit, tetapi beliau dihadang oleh ratusan kaum musyrikin yang hendak membunuhnya.

Maka bersabda Rasulullah, “Siapa yang berani melawan mereka, maka dia menjadi temanku kelak di syurga.”

“Saya, ya Rasulullah! kata Thalhah.

“Tidak! Jangan engkau! Engkau harus tetap di tempatmu! Rasulullah memerintahkan.

“Saya, ya Rasulullah! kata seorang sahabat Anshar.

“Ya! Engkau!” kata Rasulullah.

Perajurit Anshar itu maju melawan perajurit musyrikin, sehingga perajurit Anshar gugur karena membela nabinya. Rasulullah terus naik, tetapi dihadang pula oleh tentara musyrikin. Kata Rasulullah, “Siapa yang berani melawan mereka ini?”

“Saya, ya Rasulullah! kata Thalhah mendahului yang lain-lain.

“Tidak! Jangan engkau! Engkau tetap di tempatmu! “ kata Rasulullah memerintah.

“Saya, ya Rasulullah!” kata seorang perajurit Anshar.

“Ya! Engkau! Maju!” kata Rasulullah.

Perajurit Anshar itu maju melawan tentara musyrikin, sehingga dia gugur pula. Demikianlah seterusnya, setiap Rasulullah meminta pahlawannya untuk melawan tentara musyrikin, Thalhah selalu memajukan diri, tetapi senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkannya tetap di tempat, dan memberi peluang perajurit Anshar, sehingga sebelas orang perajurit Anshar gugur semuanya menemui syahid. Maka tinggallah Thalhah seorang.

Kata Rasulullah kepada Thalhah, “Sekarang engkau, hai Thalhah!”

Dalam perang itu, Rasulullah mengalami patah taring kening dan bibirnya luka, sehingga darah mengucur di muka beliau, dan beliau kepayahan. Karena itu Thalhah menerkam musuhnya dan menghalau mereka sekuat tenaga, supaya mereka tidak dapat menghampiri Rasulullah. Kemudian Thalhah kembali ke dekat Rasulullah, lalu dinaikkannya beliau sedikit ke bukit, dan disandarkannya ke tebing. Sesudah itu kembali menyerang musuh, sehingga dia berhasil menyingkirkan mereka dari Rasulullah.

Kata Abu Bakar, “Saya dan Abu Ubaidillah bin Jarah ketika sedang berada agak jauh dari Rasulullah. Setelah kami tiba untuk membantu, beliau berkata, “Tinggalkan aku! Bantulah Thalhah, kawan kalian!” Kami dapati Thalhah berlumuran darah, yang mengalir dari seluruh tubuhnya. Di tubuhnya terdapat tujuh puluh sembilan luka bekas tebasan pedang, atau tusukan lembing, dan lemparan panah. Pergelangan tangannya putus sebelah, dan dia terbaring di tanah dalam keadaan pengsan.”

Rasulullah bersabda sesudah itu mengenai Thalhah,
 “Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi sesudah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah!”

 Bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar Shiddiq, maka Abu Bakar berkata, “Perang hari itu adalah peperangan Thalhah keseluruhannya.”

Begitulah kisahnya, sehingga Thalhah dijuluki “Asy Syahidul Hayy” (Syahid yang hidup). Adapun sebabnya bergelar “Thalhah Al Khair “ atau “Thalhah Al Jaud”, mengandung seratus satu macam kisah. Akan tetapi kita nukilkan di sini dua diantaranya.

Thalhah adalah pedagang besar. Pada suatu sore hari dia mendapat untung dari Hadhramaut kira-kira 700 000 dirham. Malamnya dia ketakutan, gelisah dan risau. Maka ditanya oleh istrerinya Ummu Kaltsum binti Abu Bakar Shiddiq, “Mengapa Anda gelisah, hai Abu Muhammad, Apa kesalahan kami sehingga Anda gelisah?”

Jawab Thalhah, “Tidak! Engkau adalah isteri yang baik dan setia! Tetapi ada yang terfikir olehku sejak semalam, seperti biasanya pikiran seseorang tertuju kepada Tuhannya bila dia tidur, sedangkan harta ini bertumpuk di rumahnya.”

Jawab isterinya, Ummu Kalthum, “Mengapa Anda begitu risau memikirkannya. Bukankah kaum Anda banyak yang membutuhkan pertolongan Anda. Besok pagi bagi-bagikan wang itu kepada mereka.”

Kata Thalhah, “Rahimakillah. (Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!). Engkau wanita beroleh taufiq, anak orang yang selalu diberi taufiq oleh Allah.” Pagi-pagi, dimasukkannya wang itu ke dalam pundi-pundi besar dan kecil, lalu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Diceritakanya pula, seorang laki-laki pernah datang kepada Thalhah bin Ubaidillah meminta bantuannya. Hati Thalhah tergugah oleh rasa kasihan terhadap orang itu. Lalu katanya, “Aku mempunyai sebidang tanah pemberian Uthman bin 'Affan kepadaku, seharga tiga ratus ribu. Jika engkau suka, ambilah tanah itu, atau aku beli kepadamu tiga ratus ribu dirham.”

Kata orang itu, “Biarlah aku terima wangnya saja.” Thalhah memberikan kepadanya wang sejumlah tiga ratus ribu.

Sewaktu terjadi Perang Jamal, Thalhah bertemu dengan Saidina Ali ra dan Saidina Ali memperingatkan agar beliau mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya, maka beliau segera dipindahkan ke Basrah dan tidak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam beliau pun wafat. Thalhah wafat pada usia 60 tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basrah.

Rasulullah pernah berkata kepada para sahabat radhiallahu 'anhum, "Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi, maka lihatlah Thalhah.

Hal itu juga dikatakan Allah SWT dalam firmanNya: "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23)


Antara kelebihan Talhah r.a adalah:
Orang terkaya dalam masyarakat Quraisy hasil dari perniagaannya.
Beliau sentiasa mengorbankan hartanya untuk kepentingan Islam. Agaknya mampukah kita menjadi seperti Talhah r.a ini? Sanggupkah mengorbankan harta untuk semata-mata untuk kepentingan Islam? Setelah berpenat lelah selama berpuluh tahun belajar dan bekerja?..
Talhah r.a juga seorang yang sangat sabar apabila diikat ibu sendiri setelah menyatakan keislamannya secara terangan.

Riwayat hidup sahabat besar Nabi Muhammad ini berakhir pada tahun 36 hijrah dalam perang Jamal.. Antara tahun yang penuh dengan fitnah dan ujian keatas ummat Islam pada masa itu hinggalah sekarang


Allahu a'lam..

Monday, October 14, 2013

Marriage: A Good Advice

 
 
Good time really flies…
Personally, I love to read books or article about marriage. I would love to know how happy couple stays happy together. And recently, a good friend of mine sent me this good piece of advice.. and I want to share this with all of you. To me, this piece is beautifully written with heart filled with pure love and faith..
 
 
Marriage is a school where you get the certificate before you start. 
 
A school where you will never graduate. 
 
A school without a break or a free period. 
 
A school where no one is allowed to drop out. 
 
A school which you will have to attend every day of your life. 
 
A school where there is no sick leave or holidays. 
 
A school founded by the Almighty:
1. On the foundation of love, 
2. The walls made of trust,
3. The door made of acceptance, 
4. The windows made of understanding. 
5. The furniture made of blessings. 
6. The roof made of faith. 
 
Before you forget, you are just a student not the principal. The Almighty is the principal.
 
Even at times of a storm, don’t be unwise and run outside.
 
Remember this school is the safest place to be. 
 
Never go to sleep before completing your assignments for the day. 
 
Never forget the C-word, communicate, communicate, communicate with your classmate and with the Principal.
 
If you find something in your classmate (spouse) that you do not appreciate, remember your classmate is also just a student not a graduate. The Almighty is not finished with him/her yet, so take it as a challenge and work on it together. 
 
Do not forget to study, study, study the Noble Book (the main textbook in this school). 
 
Start each day with a sacred assembly and end it the same way.
 
Sometimes you will feel like not attending class, yet you have to.
 
When tempted to quit find the courage and continue. 
 
Some tests and exams may be tough but remember the Principal knows how much you can bear. 
 
Still, it is one of the best schools on earth; joy, peace and happiness accompany each lesson of the day. 
 
Different subjects are offered in this school, yet love is the major subject. 
 
After all the years of being theoretical about it, now you have a chance to practice it. 
 
To be loved is a good thing, but to love is the greatest privilege of them all. 
 
Marriage is a place of love, so love your spouse but remember: “This class doesn’t involve a person who is not permitted into it”! If you invite your mother or father or your friends to this class,   or anyone who is not allowed to be there, you will fail the exam. 
 
It is you who should attend and it is you who will pass. 
 
Its your choice today:” build it or break it”. 
 
May the Almighty bless us all. Aameen..

Friday, October 11, 2013

Ilmu Faraid (kaedah pembahagian harta pusaka)


 Sabda Rasulullah s.a.w.; “Belajarlah ilmu Faraid dan ajarkanlah kepada orang lain kerana ia adalah separuh ilmu. Dia akan dilupakan dan dia akan menjadi perkara pertama dicabut dari umatku”. (Riwayat Ibu Majah dari Abu Hurairah r.a.)


Faktor-faktor Penerimaan Harta Pusaka

Para ulamak bersepakat bahawa ada 3 faktor yang menyebabkan penerimaan harta pusaka. Faktor-faktor tersebut adalah :

1) Mempunyai hubungan kekeluargaan, persaudaraan dan kerabat.
2) Pernikahan dan hubungan suami isteri.
3) Memerdekakan hamba sahaya.


Sebab-sebab Penghalang Penerimaan Harta Pusaka

Perkara yang menyebabkan terhalangnya pewaris daripada menerima harta pusaka mempunyai 3 sebab iaitu :

1) Jika pewaris tidak beragama Islam
2) Jika pewaris membunuh pemilik harta pusaka
3) Jika pewaris bersifat hamba

 القَاتِلُ لاِيَرِثُ
“Orang yang membunuh tidak mewarisi (harta dari orang yang dibunuhnya)”. (Riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah r.a.)
 لاَ يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ، وَلاَ يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
 “Tidak mewarisi seorang muslim dari seorang kafir dan tidak mewarisi seorang kafir dari seorang muslim”. (Riwayat Muslim dari Usamah bin Zaid r.a.)

Kaedah pembahagian harta pusaka (Fardhu)

Kaedah-kaedah yang digunakan di dalam ilmu faraid dalam pembahagian harta pusaka mengikut apa yang telah ditetapkan oleh syara’ berdasarkan ayat di dalam Al-Quran dan cara pembahagiannya adalah seperti berikut :

1) Nisfu (½) satu perdua
2) Rubu’ (¼) satu perempat
3) Thumun (⅛) satu perlapan
4) Thulus (1/3) satu pertiga
5) Sudus (1/6) satu perenam
6) Thulusani (2/3) dua pertiga

1.1) Pewaris yang mendapat bahagian ½ adalah 5 orang iaitu :

1) Suami si mati
2) Seorang anak perempuan
3) Seorang cucu perempuan daripada anak lelaki
4) Seorang saudara perempuan kandung
5) Seorang saudara perempuan sebapa


Catatan :

1) Suami berhak mendapat bahagian ½ syaratnya apabila si mati tidak mempunyai anak atau furu’ waris dengannya.

2) Seorang anak perempuan si mati berhak mendapat bahagian ½ syaratnya apabila si mati tidak mempunyai anak lelaki.

3) Seorang cucu perempuan daripada anak lelaki berhak mendapat bahagian ½ syaratnya apabila si mati tidak mempunyai anak lelaki dan perempuan dan juga cucu lelaki daripada anak lelaki.

4) Seorang saudara perempuan kandung berhak mendapat bahagian ½ syaratnya apabila si mati tidak mempunyai bapa, saudara lelaki kandung, datuk, anak lelaki, cucu lelaki daripada anak lelaki, anak perempuan dan cucu perempuan daripada anak lelaki.

5) Seorang saudara perempuan sebapa berhak mendapat bahagian ½ syaratnya apabila si mati tidak mempunyai bapa, saudara lelaki kandung, datuk, anak lelaki, cucu lelaki daripada anak lelaki, anak perempuan, cucu perempuan daripada anak lelaki dan saudara lelaki sebapa.


 2 Orang Pewaris Yang Mendapat Bahagian 1/4 :

  1. Suami si mati.
  2. Seorang isteri atau lebih dari itu.

Catatan :
  1. Suami mendapat bahagian 1/4 syaratnya apabila si mati mempunyai anak atau furu' waris.
  2. Seorang isteri atau lebih dari itu mendapat bahagian 1/4 syaratnya apabila si mati tidak mempunyai anak atau furu' waris. 

Seorang sahaja Pewaris mendapat bahagian 1/8 :

  1. Seorang isteri atau lebih dari itu

Catatan :
  1. Seorang isteri atau lebih dari itu mendapat bahagian 1/8 syaratnya apabila si mati mempunyai anak furu' waris.
  2. Furu' waris bermaksud keturunan daripada si mati sama ada anak atau cucu atau cicit dan seterusnya hingga ke bawah.
(untuk  pengiraan yang lebih mendalam...) ~ kaedah pengiraan harta pusaka

 
 Apakah kewajipan yang mesti ditunaikan terhadap harta si mati?

Pertama; Diambil darinya untuk kos pengurusan jenazahnya.

Kedua; Kemudian, diambil darinya untuk membayar hutang-hutangnya; (pertama) hutangnya dengan hamba-hamba Allah dan (kedua) hutangnya dengan Allah.

Ketiga; Kemudian, dilaksanakan wasiatnya dengan syarat tidak melebihi 1/3 dari harta yang tinggal setelah ditolak hutang.

Keempat; Akhirnya, diagihkan kepada ahli-ahli warisnya.

Apakah rukun-rukun bagi sebuah perwarisan?

Rukun-rukun perwarisan ada tiga, iaitu;

1. al-Muwarrith iaitu orang yang mewariskan harta (yakni si mati)

2. al-Warith iaitu orang yang bakal mewarisi harta si mati.

3. al-Mauruth iaitu harta yang diwariskan oleh si mati.



Thursday, October 3, 2013

Perang Jamal



Di bangku sebuah sekolah agama, duduk seorang anak kecil yg baru cuba untuk mengenal akan pengertian Islam yang sebenar. Di hadapan kelas, kelihatan seorang ustaz sedang mengajar dengan penuh semangat. Pelajaran hari itu amat menarik. Sirah Rasulullah dan Sahabat. Tajuknya, peperangan selepas kewafatan Rasulullah. Gaya penceritaan ustaz tersebut yang menarik, dengan lenggok dan gaya bahasa yang mudah difahami, menyebabkan anak kecil itu tidak berganjak sedikitpun. Sedikit demi sedikit ustaz itu membongkar rahsia di sebalik peristiwa2 yang tercatat di dalam lipatan2 sirah. Sehinggalah ke satu kisah, di mana ustaz itu bercerita tentang Perang Jamal.
“Perang Jamal tercetus di antara Sayyidatina Aisyah dan Sayyidina ‘Ali selepas Sayyidina Uthman dibunuh dan Sayyidina ‘Ali diangkat sebagai Khalifah,” perlahan-lahan ustaz tersebut menerangkan. Anak kecil yang sedari tadi khusyuk mendengar, kelihatan tersentak. “Mana mungkin Ummul Mukminin sanggup mencetuskan peperangan? Lebih2 lagi kepada Sayyidina ‘Ali, seorang Sahabat, dan khalifah ketika itu. Ahh..betul ka ni?” getus anak kecil itu.
“Kringgg!!!” loceng berbunyi nyaring menandakan waktu pulang sudah tiba. Persoalan yang bermain di fikiran anak kecil itu tidak terjawab. Tekad di hati, ingin mencari kebenaran.

=================================================================================================


Di dalam sejarah Islam, terdapat 2 perang di antara umat Islam yang amat masyhur. Perang Jamal dan Perang Siffin (InsyaAllah cerita len kali). Perang Jamal, dipanggil sedemikian rupa kerana diriwayatkan Sayyidatina Aisyah duduk di atas unta (Jamal) ketika berlakunya perang tersebut. Selepas peristiwa pembunuhan Sayyidina Uthman, yang didalangi oleh kaum munafiqun, yang diketuai oleh Abdullah bin Saba’, Sayyidina ‘Ali telah dibaiah sebagai khalifah Islam yang ke-4. Pembai’ahan tersebut tidak menjadi masalah kepada sahabat2 sebenarnya, namun kekacauan mula berlaku apabila waris2 Sayyidina Uthman meminta supaya hukuman qisas terhadap pembunuh Sayyidina Uthman dipercepatkan dan fitnah mula tersebar. Sayyidina ‘Ali mengambil langkah untuk melewatkan sedikit pelaksanaan hukuman tersebut atas 2 sebab utama;

  • Keadaan Negara yang tidak stabil ketika itu, kerana umat Islam telah berpecah kepada dua belah pihak.
  • Orang2 yg terlibat dengan pembunuhan Sayyidina Uthman, adalah terdiri daripada kaum Munafiqun dan beberapa orang muslimin yang termakan dengan hasutan kaum munafiqun. Oleh itu, siasatan/kepastian siapa yang benar2 terlibat amat diperlukan.


Walau bagaimanapun, waris2 Sayyidina Uthman kurang bersetuju dengan ijtihad Sayyidina 'Ali itu. Perpaduan umat Islam goyah ketika itu. Ada yang menggesa supaya pelaksanaan hukuman itu dipercepatkan, ada yang bersetuju dengan Sayyidina 'Ali. Dari hal kerana itu, Sayyidatina ‘Aisyah telah berangkat ke Basrah bersama2 dengan sekumpulan muslimin untuk mencari penyelesaian terhadap perpecahan umat Islam, yang tercetus angkara peristiwa pembunuhan Sayyidina Uthman. Jelas di sini, keberangkatan Sayyidatina ‘Aisyah bukanlah bermaksud utk berperang, namun lebih kepada mencari perdamaian. Hal ini dinyatakan di dalam al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nihal (diteliti oleh Ahmad Syams al-Din; Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, 1996), jld. 3, ms. 83.

Dan ketika menghampiri Basrah, kumpulan Sayyidina ‘Ali telah bertemu dengan kumpulan yg dibawa oleh Sayyidatina ‘Aisyah. Dan hasil dari pertemuan tersebut, kata sepakat telah diambil, iaitu untuk mempercepatkan proses hukuman terhadap pembunuh2 yang bertanggungjawab terhadap pembunuhan Sayyidina Uthman. Segala2nya kelihatan selesai, namun tidak bagi pihak yang bertanggungjawab merancang dan melakukan pembunuhan Sayyidina Uthman. Bagi mereka, perdamaian tersebut merupakan bencana buat mereka. Untuk mengelakkan diri mereka daripada dihukum, sekali lagi mereka membuat onar. Pada awal pagi keesokan harinya (sehari selepas pertemuan Sayyidina ‘Ali dan Sayyidatina ‘Aisyah), kaum munafiqun ini telah menyerang kumpulan Sayyidatina ‘Aisyah. Dalam keadaan terkejut dari tidur, kumpulan Sayyidatina ‘Aisyah menyangka bahawa mereka diserang oleh kumpulan Sayyidina ‘Ali. Tanpa membuang masa, mereka terus menyerang balas dengan tujuan utk melindungi diri, kerana terasa perjanjian telah dikhianati. Di pihak Sayyidina ‘Ali pula, apabila mereka menerima serangan dari pihak Sayyidatina ‘Aisyah, kumpulan Sayyidina ‘Ali turut menyerang balas. Pendek kata, kedua2 pihak merasakan diri masing2 dikhianati. Maka, tercetuslah peperangan yang dinamakan perang Jamal.

Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah (728H) telah meringkaskan peristiwa tersebut: “Mereka (para pembunuh Usman) menyerang khemah Thalhah dan al-Zubair. Lalu Thalhah dan al-Zubair menyangka bahawa Ali telah menyerang mereka, maka mereka menyerang kembali untuk mempertahankan diri (self defense). Seterusnya Ali pula menyangka bahawa mereka (Thalhah dan al-Zubair) menyerangnya, maka Ali menyerang kembali untuk mempertahankan diri. Maka berlakulah fitnah (peperangan) tanpa ia menjadi pilihan mereka (kedua-dua pihak). Manakala Aisyah radhiallahu 'anha hanya berada di atas pelana untanya, beliau tidak menyerang dan tidak memerintahkan serangan. Demikianlah yang diterangkan oleh tidak seorang daripada para ilmuan dalam bidang sejarah (Ahl al-Ma’rifat bi al-Akhbar).” [Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah fi Naqd Kalam al-Syi‘ah wa al-Qadariyyah (diteliti oleh M. Rasyad Salim; Muassasah Qurtubiyyah, 1986), jld. 4, ms. 317]


“Sesungguhnya Aisyah tidak diperangi dan tidak pergi untuk berperang. Sesungguhnya beliau pergi hanya untuk kebaikan umat Islam. Beliau menjangkakan pada pemergiannya terdapat kemaslahatan kepada umat Islam. Kemudian sesudah itu jelas baginya bahawa meninggalkan pemergian tersebut adalah lebih tepat. Maka setelah itu apabila sahaja beliau mengingat kembali pemergiannya itu, beliau menangis sehingga membasahi kain tudungnya.” [Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah, Minhaj al-Sunnah, jld. 4, ms. 316]



Kekesalan jelas tergambar di kalangan umat Islam ketika itu, terutama Sayyidatina 'Aisyah. Namun segala2 telah terjadi. Kebenaran hanya diketahui selepas dari peperangan berlaku. Jika dilihat kisah di atas, beberapa pengajaran yang boleh didapati;
  1. Bagaimana liciknya kaum munafiqun memainkan jarum, menyelinap dan menyusup di celah2 umat Islam, untuk menimbulkan huru-hara. Mereka gemar menyebarkan fitnah untuk kepentingan diri mereka sendiri. Mereka ada di setiap zaman. Berhati-hatilah…
  2. Bahaya salah faham. Jika kita lihat kisah di atas, bagaimana salah faham telah menyebabkan perang tercetus dan hampir 10000 umat Islam, termasuk sahabat2 telah meninggal dunia. Bukankah itu satu kerugian terhadap dunia Islam??
  3. Ketidaksefahaman membawa kepada perpecahan. Ketidak sefahaman umat Islam ketika itu yg bergolak slps pembunuhan Sayyidina Uthman, telah menyebabkan pelbagai maslah. Pentadbiran Negara terganggu, perpecahan umat Islam, musuh semakin berleluasa. Perbincangan dan mesyuarah merupakan salah satu cara terbaik utk menyelesaikan masalah ini.
  4. Sifat terlalu taksub dengan seseorang, sehingga sanggup mengenepikan kemaslahatan umat Islam. Segolongan umat Islam ketika itu yang terlalu obsess dengan Sayyidina ‘Ali sehingga ada yang menolak akan khalifah Uthman. Ketaksuban ini, ditambah dengan fitnah pihak munafiqun telah membawa kepada pembunuhan Sayyidina Uthman.


    Seruan kepada saudara2ku, sejarah telah membuktikan bahawa fitnah, ketidaksefahaman, salah faham telah mencetuskan pelbagai perkara yang bisa mencalar sejarah. Ia mendatangkan 1001 perkara yang pasti sahaja tidak menyenangkan. Mengapa perlu diulang kembali kesilapan yang pernah berlaku satu ketika dahulu. Orang Islam adalah orang yang bijak, dan orang yang bijak tidakkan jatuh ke dalam lubang yang sama berulang-kali. Dan orang yang paling bijak adalah orang yang belajar dari kesilapan/pengalaman orang lain.

    Rujukan: Pendirian Aisyah Dan Para Sahabat Di Sebalik Perang Jamal (Hafiz Firdaus Abdullah), Tanda-tanda Hari Kiamat (Yusuf Al-Wabil)